IHSG Merah Membara, Ternyata Ini Penyebabnya
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada penutupan perdagangan Jumat (26/1/2024) akhir pekan ini, di mana pelaku pasar menyoroti data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi dari ekspektasi.
IHSG ditutup melemah 0,57% ke posisi 7.137,09. IHSG masih bertahan di level psikologis 7.100 pada perdagangan hari ini. Nilai transaksi indeks pada perdagangan hari ini mencapai sekitaran Rp 10 triliun.
Secara sektoral, sektor transportasi menjadi pemberat terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 2,42%. Selain itu, sektor teknologi juga menjadi pemberat IHSG yakni sebesar 1,31%.
Selain itu, beberapa saham juga memperberat (laggard) IHSG pada hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard IHSG.
Dua saham perbankan jumbo menjadi top laggard atau pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 11,7 indeks poin dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 10,3 indeks poin.
Tak hanya itu, dua saham emiten Prajogo Pangestu juga menjadi laggard IHSG yakni saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) sebesar 3,97 indeks poin dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sebesar 1,9 indeks poin.
IHSG mengakhiri pekan ini di zona merah di tengah masih kuatnya data ekonomi dan tenaga kerja Amerika Serikat (AS).
Data produk domestik bruto (PDB) menunjukkan ekonomi AS tumbuh sebesar 3,3% pada kuartal IV-2023. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ekspektasi 2% dari para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones, yang menggarisbawahi berlanjutnya ketahanan ekonomi meskipun ada kenaikan suku bunga dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Sementara untuk data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) mencatat kenaikan triwulanan sebesar 2% ketika tidak termasuk makanan dan energi, yang merupakan ukuran inti yang disukai The Fed ketika menilai inflasi. Inflasi umum hanya meningkat 1,7%.
Namun, data tenaga kerja AS terbaru menunjukkan kebalikan dari data ekonomi terbaru AS, di mana Jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran meningkat 25.000 menjadi 214.000 pada pekan yang berakhir tanggal 20 Januari.
Angka ini meningkat secara signifikan dari level terendah dalam 16 bulan yang dicapai pada minggu sebelumnya dan melampaui ekspektasi pasar sebesar 200.000.
Sementara itu, klaim yang berlanjut meningkat sebesar 27.000 menjadi 1.833.000, sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 1.828.000 yang menunjukkan bahwa para penganggur membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan pekerjaan.
Data tersebut kontras dengan serangkaian angka ketenagakerjaan yang dirilis pada bulan Desember dan awal Januari, menantang pandangan bahwa pasar tenaga kerja akan tetap kuat secara historis setelah kampanye pengetatan yang dilakukan oleh The Fed.