Sri Mulyani Bawa Kabar Buruk Soal Kondisi Global, APBN Harus Kerja Keras!
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa kondisi ekonomi global masih dibayangi dengan ketidakpastian. Salah satu pemicu utamanya ialah eskalasi konflik dan friksi antar negara yang menunjukkan tren peningkatan.
Sri Mulyani mengatakan, eskalasi konflik terpantau mengalami kenaikan dari bulan ke bulan. Hal ini menjadi salah satu hal yang membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) RI harus bekerja ekstra.
“Lingkungan ekonomi global dan nasional yang mempengaruhi kinerja dan membuat APBN bekerja keras untuk terus menjalankan fungsi alokasi, stabilisasi, dan distribusi untuk menjaga masyarakat dan perekonomian kita,”
“Dari sisi global eskalasi konflik dan friksi antarnegara masih terus meningkat atau bahkan meningkat dari bulan ke bulan,” sambungnya.
Menurutnya, tren kenaikan tersebut disebabkan oleh sejumlah ketegangan geopolitik tengah membayangi dunia saat ini. Hal ini mulai dari perang di Ukraina, krisis Timur Tengah, hingga persaingan Amerika Serikat (AS) dan China. Kondisi ini pun terus menciptakan momentum ketegangan.
“Terus menciptakan momentum ketegangan, entah karena adanya siklus Pemilu di masing-masing negara atau memang suasananya meningkat. Ini menimbulkan dampak ketidakpastian global yang sangat tinggi dan perubahan dari kebijakan industrial dan perdagangan serta investasi dari berbagai negara,”
Atas kondisi ini, Sri Mulyani mengatakan, sejumlah negara telah melakukan tindakan-tindakan preventif yang sifatnya menjaga kepentingan nasionalnya. Hal ini baik untuk industri yang dianggap strategis maupun sisi perekonomian nasionalnya.
Salah satunya seperti AS yang melaksanakan CHIPS and Science Act (CSA) dan Inflation Reduction Act (IRA) untuk melindungi industri dalam negeri, lalu ada Eropa yang membuat European Green Deal (EGD), di India dilakukan Production Linked Incentives (PLI), serta China juga melakukan larangan ekspor kritikal mineral
Sedangkan dari sisi hubungan antar negara dan kondisi hubungan antara negara secara global, menurut Sri Mulyani terjadi perubahan yang sangat drastis dalam 5 tahun terakhir. Terjadi peningkatan jumlah sanksi dan restriksi dagang mengalami eskalasi seiring dengan munculnya ketegangan dan persaingan antarnegara yang makin sengit.
“Kalau 2019 jumlah sanksi dan restriksi dagang adalah 982 measure atau langkah, sekarang ini mencapai 3.000 measure. Dan ini yang kemudian menimbulkan makin banyak ketegangan dan melemahkan perdagangan dan investasi global,”
Sri Mulyani mengatakan, dalam situasi ini peranan institusi global menjadi makin lemah karena setiap negara cenderung melakukan tindakan sepihak (unilateral). Ataupun bila terjadi sengketa biasanya dilakukan settlement atau perundingan secara bilateral.